|

Kekalahan RIDO di Pilkada Jakarta, Sinyal Awal Pertarungan Jokowi vs Prabowo

MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN | JAKARTA –
Kekalahan pasangan Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) dalam Pilkada Jakarta 2024 menjadi panggung awal pertarungan politik antara Presiden Prabowo Subianto dan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sikap Prabowo yang menerima hasil Pilkada tanpa perlawanan hukum kontras dengan Jokowi yang mendorong langkah ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Keputusan pasangan RIDO untuk tidak melanjutkan gugatan dinilai sebagai sinyal jelas dari perbedaan strategi politik antara keduanya. "Gerindra, melalui Sekjen Ahmad Muzani, menyatakan penghormatan terhadap hasil Pilkada Jakarta. Ini menjadi alasan utama mengapa RIDO tidak melanjutkan gugatan ke MK," ujar Pengamat Ekonomi Sosial Senior sekaligus Guru Besar IPB Bogor, Ketua Dewan Pakar Asprindo Prof. Didin S. Damanhuri, kepada media pada Kamis, 12 Desember 2024.

Perbedaan Visi Jokowi dan Prabowo

Prof. Didin menilai, pertarungan politik antara Jokowi dan Prabowo semakin mencuat meskipun keduanya kerap tampil seolah tanpa konflik. "Indikasi pertentangan terlihat dalam penyikapan terhadap Pilkada Jakarta hingga perbedaan paradigma pembangunan," jelasnya.

Prabowo, melalui pidato pelantikannya, menegaskan komitmen pembangunan berbasis rakyat (people’s centre), berbeda dengan kebijakan Jokowi yang disebut berbasis oligarki (oligarchy’s centre). Komitmen ini diulang dalam forum internasional seperti APEC dan G-20 dengan fokus pada pengentasan kemiskinan, swasembada pangan, kemandirian energi, dan pemberantasan korupsi besar-besaran.

Namun, Prof. Didin juga mengkritik "kabinet gemuk" yang dibentuk Prabowo, menyebutnya sebagai langkah sementara untuk menjaga stabilitas politik. "Hanya soal waktu sebelum Prabowo merombak menteri-menteri titipan Jokowi," ujarnya, mengutip informasi dari Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad.

Gesekan di Kalangan Elite Politik

Tanda-tanda perlawanan terhadap pengaruh Jokowi juga muncul di kalangan menteri. Menteri Perumahan dan Pemukiman, Muararar Sirait, misalnya, mengkritik proyek perumahan elit yang dinilai menciptakan "negara dalam negara". Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Nusron Wahid, menolak perluasan PIK-2 yang tidak sesuai dengan tata ruang, meskipun proyek tersebut didukung Jokowi.

Menteri Desa, Yandri Susanto, juga mengkritik pengerahan aparat desa untuk mendukung pembangunan proyek yang sebelumnya diklaim sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) tetapi belakangan statusnya dicabut.

Kemenangan Pram-Doel, Pukulan Bagi Jokowi

Kemenangan pasangan Pram-Doel dalam satu putaran di Pilkada Jakarta, yang didukung Anies Baswedan, dianggap sebagai pukulan besar bagi pengaruh Jokowi. "Ini bukti nyata perlawanan terhadap cawe-cawe Jokowi dalam Pilkada serentak," kata Prof. Didin.

Selain itu, kebijakan Prabowo melalui DPR yang membatasi kenaikan PPN hanya untuk barang mewah juga diapresiasi publik, berbeda dengan rencana kenaikan PPN Jokowi yang dinilai menguntungkan oligarki.

Pertarungan Politik Menuju 2029

Ambisi Jokowi untuk tetap berperan dalam politik, termasuk mencalonkan putranya Gibran Rakabuming, menjadi tantangan besar bagi Prabowo. Namun, masyarakat berharap Prabowo mampu membawa perubahan melalui platform pembangunan yang berorientasi pada rakyat.

"Prabowo harus berani mereformasi tatanan demokrasi dan hukum yang rusak selama 10 tahun terakhir. Jika tidak, cita-cita Indonesia Emas 2045 akan terancam," pungkas Prof. Didin.

(Sumber: Redaksi)



Komentar

Berita Terkini