|

Kasus TPS Limo: Penyidik PPNS KLHK Didakwa Langgar Prosedur Hukum

Media Nasional Obor Keadilan|Depok, 18 Desember 2024 – Sidang praperadilan terkait status tersangka Jayadi dalam kasus Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Limo kembali digelar di Pengadilan Negeri Depok. Kuasa hukum Jayadi, Zainul Arifin, membeberkan sejumlah poin pembelaan, termasuk dugaan pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Fakta di persidangan menunjukkan tidak adanya bukti bahwa penyidik PPNS berkoordinasi dengan Kepolisian sejak awal proses penyidikan hingga penetapan status tersangka," ujar Zainul usai sidang.

Zainul juga menekankan bahwa berdasarkan keterangan ahli, penyidik PPNS wajib menjalin koordinasi dengan penyidik Polri dalam setiap tahapan penyidikan. "Koordinasi ini bukan hanya formalitas, tetapi menjadi syarat mutlak agar proses hukum dapat berjalan sesuai prosedur," tegasnya.

Masalah Yurisdiksi dan Objek Gugatan

Selain itu, kuasa hukum juga menyoroti masalah yurisdiksi. Ia menjelaskan bahwa seluruh proses hukum dalam kasus ini, mulai dari penyidikan hingga penahanan, berlangsung di wilayah Depok.

"Surat resmi, seperti SPDP dan surat penyitaan, ditujukan ke Pengadilan Negeri dan Kejaksaan Negeri Depok. Oleh karena itu, PN Depok memiliki kewenangan penuh untuk menangani perkara ini," terang Zainul. 

Berikut wawancara khusus Jurnalis Media Nasional Obor Keadilan dengan PH Jayadi:


Sidang Praperadilan Kasus TPS Limo: Penyidik PPNS KLHK Langgar Prosedur, Ahli Sepakat Koordinasi dengan Polri Wajib

Terkait objek gugatan praperadilan, Zainul merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2015 yang menyatakan bahwa penetapan status tersangka dapat diuji melalui mekanisme praperadilan. "Penetapan status tersangka Jayadi adalah bagian dari objek praperadilan yang sah sesuai putusan MK," imbuhnya.

Keterangan Ahli dan Temuan Sidang

Dihimpun oleh Media Nasional Obor Keadilan bahwa, "Dalam sidang yang digelar hari Rabu (18/12-2024) kemarin, dua ahli hukum acara pidana yang dihadirkan dari pihak pemohon dan termohon sepakat bahwa penyidik PPNS tidak dapat bertindak sendiri tanpa berkoordinasi dengan penyidik Polri". Ahli juga menjelaskan bahwa kasus ini harus ditangani berdasarkan hukum acara pidana, meskipun terdapat unsur-unsur yang sebelumnya diatur dalam hukum acara perdata.

Namun, Zainul menilai fakta persidangan memperlihatkan kelemahan dari pihak PPNS. "Bukti yang mereka ajukan hanya berupa berita acara pemeriksaan. Tidak ada satu pun dokumen yang menunjukkan koordinasi resmi dengan penyidik Polri," ungkapnya.

Sidang juga mengangkat analogi terkait kasus kebakaran hutan, di mana koordinasi antara penyidik PPNS dan Polri sering menjadi kendala yang serupa. "Ini menandakan bahwa prosedur hukum yang dilanggar dalam kasus Jayadi bukan hal baru," tambah Zainul.

Kesimpulan Sementara

Sidang praperadilan ini masih berlanjut dengan agenda mendengarkan keterangan tambahan dari para pihak. Pengadilan Negeri Depok akan menentukan langkah berikutnya, termasuk memutuskan apakah penetapan status tersangka terhadap Jayadi sah atau tidak.

Kasus ini mendapat sorotan luas karena melibatkan isu koordinasi antarpenegak hukum dan prosedur penyidikan yang dianggap belum sesuai dengan aturan perundang-undangan, kiranya status tersangka dan penahanan Jayadi segara dibatalkan hakim dalam putusannya besok dalam agenda sidang putusan yang diagendakan pada hari Kamis 19 Desember 2024. (***)

Laporan - Penulis: Obor Panjaitan 

Komentar

Berita Terkini