Media Nasional Obor Keadilan| Pematangsiantar, Sumatera Utara,
Tiang reklame tanpa izin yang berdiri kokoh di Jalan Kartini, Kota Pematang Siantar, telah menjadi sorotan publik. Keberadaan reklame ilegal ini, yang diketahui sudah berdiri lebih dari setahun, seolah tidak menjadi masalah serius bagi Pemerintah Kota (Pemko) Pematang Siantar. Hingga kini, langkah tegas berupa pembongkaran sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) tak kunjung dilaksanakan.
Keadaan ini memunculkan dugaan adanya tebang pilih dalam penegakan hukum. Jika terus dibiarkan, bukan tidak mungkin pengusaha lain akan mengikuti tindakan serupa, membangun konstruksi tanpa izin yang jelas merugikan daerah.
Sejak tiang reklame ini berdiri, iklan yang terpasang sudah beberapa kali berganti. Terbaru, reklame di pertigaan Jalan Adam Malik, tepatnya di depan eks Kantor Samsat, menampilkan iklan rokok, yang semakin memperkuat kesan pembiaran dari pihak berwenang.
Plt Kasatpol PP Mangaraja Nababan sebelumnya mengonfirmasi bahwa pihaknya telah mengirimkan surat kepada pemilik reklame, CV Evolution, pada Maret 2024. Dalam surat tersebut, Satpol PP tegas meminta pembongkaran reklame ilegal. Namun, hingga delapan bulan setelah surat dilayangkan, reklame tetap berdiri tegak tanpa tindakan lebih lanjut dari pihak terkait.
“Kami tindaklanjuti lagi, Bang. Tetap kita sesuaikan regulasi dan koordinasi dengan DPM-PTSP,” ujar Mangaraja Nababan saat dikonfirmasi pada 20 November 2024. Sayangnya, penjelasan lebih rinci terkait regulasi yang dimaksud tidak diberikan.
Sementara itu, Walikota Pematang Siantar, dr. Susanti Dewayani, belum memberikan tanggapan. Redaksi media ini mencoba menghubunginya pada Senin, 25 November 2024, melalui WhatsApp pribadinya. Pesan yang terlihat telah dibaca tidak mendapat respons, menambah ketidakjelasan sikap Pemko terhadap persoalan ini.
Menyoroti situasi tersebut, Rendy Aditya, SH, seorang pengacara muda dan pemerhati kebijakan asal Pematang Siantar, menyampaikan kritik keras.
“Berdirinya reklame tanpa izin adalah bukti nyata kegagalan pemerintah, khususnya Satpol PP, dalam menegakkan Perda. Hal ini menjadi preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan dan menimbulkan kerugian besar bagi kas daerah,” ujar Rendy.
Ia juga menekankan pentingnya peran Walikota sebagai pemimpin tertinggi untuk lebih aktif mengawasi dan mengevaluasi kinerja jajarannya. “Apabila ada pimpinan SKPD yang tidak mampu bekerja maksimal, khususnya dalam mendukung program Walikota dan mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka sudah seharusnya diganti dengan yang lebih berkompeten. Jika tidak, hal ini akan berdampak buruk pada citra Walikota di mata masyarakat,” tutupnya.
(Redaksi Media Nasional Obor Keadilan)