|

Maraknya Peredaran Obat Daftar G di Wilayah Hukum Jakarta Utara Menjadi Sorotan

Media Nasional Obor Keadilan, Jakarta Utara, [10/10] Maraknya peredaran obat daftar G di wilayah hukum Jakarta Utara menjadi perhatian serius pihak berwenang.?? Obat-obatan yang tergolong sebagai obat keras dan berbahaya ini kini semakin mudah ditemukan di kalangan masyarakat, terutama di lingkungan remaja.

Menurut data dari Polres Jakarta Utara, dalam beberapa bulan terakhir terjadi peningkatan signifikan dalam kasus penyalahgunaan dan peredaran obat daftar G, seperti Tramadol dan Eximer. Obat-obatan ini seharusnya hanya bisa didapatkan dengan resep dokter, namun banyak yang dijual secara ilegal melalui pasar gelap maupun media sosial.

Sebenarnya tim Polda Metro Jaya, pihaknya telah melakukan berbagai operasi penertiban di sejumlah titik rawan. “Kami telah melakukan beberapa penangkapan terhadap pelaku pengedar obat daftar G di beberapa lokasi. Ini merupakan upaya serius kami untuk memutus rantai peredaran obat berbahaya ini,” ujarnya kasar Narkoba salah satu Polres wilayah hukum Polda MJ baru baru ini.

Ia juga menambahkan bahwa peredaran obat daftar G ini memiliki dampak yang sangat merugikan, terutama bagi generasi muda. Efek penyalahgunaan obat tersebut dapat menyebabkan ketergantungan, gangguan kesehatan mental, bahkan berujung pada tindak kriminal.

Masyarakat diimbau untuk lebih waspada dan melaporkan kepada pihak berwajib jika menemukan adanya indikasi penyalahgunaan obat-obatan ini. “Kami mengajak seluruh elemen masyarakat, terutama orang tua, untuk turut berperan aktif dalam mengawasi anak-anak mereka. Penyalahgunaan obat daftar G bukan hanya masalah hukum, tapi juga ancaman serius bagi kesehatan dan masa depan generasi muda kita,” 

Hasil observasi tim Media Nasional Obor Keadilan, beberapa hari lalu, sejumlah toko obat terlarang ini masih bebas menjajakan obat nya, dan biasanya marak dijumpai pembeli atau penikmat obat narkoba ini konsumennya para pengamen, oknum supir angkot, dan tidak sedikit anak sekolah remaja dan pria bertatto menjadi pembeli setianya, ketika dijumpai pria muda penjaja obat terlarang ini tidak bersedia dimintai keterangan bahkan saat hendak diwawancarai lewat kontak WhatsApp yang diminta tim investigasi pun tidak mau.

Ciri Khusus Pedagang Narkoba Berkedok Toko Cosmetic 

Hampir setiap toko, bila penjajanya ditegur bakal secepat mungkin akan menyodorkan uang pecahan 10 ribu guna uang tutup mulut, namun ditolak media ini.

Seiring dengan peningkatan upaya penegakan hukum, pihak kepolisian juga akan bekerja sama dengan instansi terkait dalam melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai bahaya obat daftar G. Langkah ini diharapkan dapat menekan peredaran dan penyalahgunaan obat-obatan berbahaya tersebut di wilayah Jakarta Utara.

Berikut adalah gambaran umum terkait yurisprudensi putusan mengenai pidana peredaran obat daftar G. Yurisprudensi ini didasarkan pada beberapa putusan pengadilan di Indonesia yang berkaitan dengan kasus penyalahgunaan dan peredaran obat keras tanpa izin:

Kasus Pidana Peredaran Obat Daftar G

Yurisprudensi dari putusan pengadilan terkait peredaran obat daftar G sering merujuk pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 196 dan Pasal 197, yang mengatur tentang sanksi bagi pihak yang mengedarkan obat-obatan yang tidak memiliki izin edar.

1. Pasal yang Dikenakan: Pasal 196 UU Kesehatan: "Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar."

Pasal 197 UU Kesehatan: "Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar."

2. Fakta Hukum yang Dipertimbangkan: Dalam beberapa kasus yang ditangani oleh pengadilan, hakim mempertimbangkan berbagai faktor seperti: Jumlah obat daftar G yang diedarkan: Besarnya jumlah obat yang ditemukan dalam penguasaan terdakwa.

Cara distribusi: Apakah obat-obatan tersebut diedarkan secara langsung atau melalui jaringan online. Tujuan penyebaran: Apakah untuk penggunaan pribadi atau tujuan komersial (pengedar atau penjual).

Dampak bagi masyarakat: Kasus-kasus yang melibatkan remaja atau anak-anak sering kali mendapat perhatian lebih besar dalam putusan pengadilan.

3. Putusan-putusan Pengadilan: Dalam beberapa kasus peredaran obat daftar G, pengadilan sering menjatuhkan hukuman penjara yang cukup berat, antara 3 hingga 10 tahun, bergantung pada besaran kasus dan peran terdakwa (pengguna atau pengedar). Hukuman denda juga sering kali dijatuhkan untuk memberi efek jera kepada pelaku. Terdakwa yang terbukti mengedarkan obat daftar G secara masif dan tanpa izin resmi dari BPOM biasanya mendapatkan hukuman maksimal.

Contoh Kasus:

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. xxx/Pid.Sus/202x/PN.JKT.PST: Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan mengedarkan obat keras jenis Tramadol dan Eximer tanpa izin. Pengadilan menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun serta denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No. xxx/Pid.Sus/202x/PN.SBY: Seorang terdakwa yang terbukti mengedarkan obat daftar G di kalangan remaja dijatuhi pidana penjara 7 tahun karena dianggap memiliki peran besar dalam penyebaran obat berbahaya di lingkungan sekolah. Selain itu, hakim memerintahkan terdakwa membayar denda Rp 750 juta.

Yurisprudensi ini menunjukkan bahwa peredaran obat daftar G dipandang serius oleh pengadilan, terutama karena dampaknya pada kesehatan masyarakat, terutama generasi muda. Penerapan sanksi pidana dalam kasus-kasus ini bertujuan untuk memberi efek jera bagi pelaku dan melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan obat-obatan keras.

Penulis: Obor Panjaitan 

Komentar

Berita Terkini