Media Nasional Obor Keadilan | Kekacauan di tubuh Partai Demokrat semakin memanas, beberapa pengurus dan kader Partai Demokrat seperti Marzuki Alie yang sebelumnya dipecat dari Partai Demokrat karena dituduh oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mau melakukan gerakan pengambilalihan kepemimpinan (GPK) Ketua Umum Partai Demokrat AHY tidak terimah dan mulai melaporkannya ke Bareskrim POLRI serta mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri.
Lima orang pengurus dan diluar pengurus Partai Demokrat diantaranya Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), akan dipolisikan oleh Marzuki Alie dengan pasal pencemaran nama baik dan fitnah. Pelaporan ke Bareskrim Polri dan gugatan Marzuki Alie ke Pengadilan Negeri ini saya pikir sangat tepat, tidak lebay dan tidak mengada-ada, sebab bagaimanapun tuduhan dan fitnah yang ditujukan pada Marzuki Alie dan kawan-kawannya itu sangat jelas dan terbuka serta disaksikan oleh jutaan orang yang mengikuti pemberitaan soal kekacauan Partai Demokrat ini.
Sebagai seorang Lawyer juga pemerhati politik, saya juga melihat pihak Partai Demokrat nampaknya tidak menggunakan mekanisme partai dengan benar untuk memecat tujuh orang kader Partai Demokrat tersebut. Pihak Marzuki Alie dan kawan-kawannya yang dipecat, tidak pernah dipanggil dan ditanyai oleh Ketum PD bersama jajaran pengurus DPP PD lainnya untuk dilakukan check and recheck, mengenai kebenaran isue GPK Partai Demokrat, namun pihak Partai Demokrat tiba-tiba langsung memvonis ketujuh kader PD tersebut dan mengumkannya ke publik serta langsung memecatnya.
Semua Partai Politik tentunya memiliki aturan organisasi, atau yang biasa disebut dengan AD/ART atau Peraturan Organisasi/Partai (PO). Untuk mengeluarkan kebijakan partai, atau mengatur jalannya organisasi partai politik, harusnya mengacu pada AD/ART atau PO partai tersebut. Tidak bisa seorang Ketua Umum atau Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat tiba-tiba membuat keputusan sepihak berdasarkan like and dislike, rasa suka atau tidak suka pada para pengurus atau kader yang tak sependapat dengan AHY dan SBY, lalu serta merta memecatnya tanpa mekanisme organisasi (partai) dengan benar. Jikapun Ketum PD sebelumnya telah melakukan rapat internal DPP, apakah itu telah memenuhi kuorum? Memperhatikan dengan begitu cepatnya keputusan pemecatan itu diambil, sepertinya pihak Partai Demokrat tidak melaksanakan mekanisme partai secara benar. Itu keputusan otoriter yang menampakkan PD sebagai partai dinasti, oligarki yang menjurus pada tirani, sebagaimana yang pernah dikatakan oleh pendirinya, yakni Johni Allen.
Jika nantinya Marzuki Alie kemudian menang di pengadilan, apalagi kalau Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat jadi digelar dan Dinasti SBY dibersihkan dari Partai Demokrat, maka AHY dan SBY akan bernasib sangat malang, seperti orang jatuh tertimpa tangga. AHY dan SBY tak akan lagi menjadi penguasa Partai Demokrat, hidupnya merana dipenjara, uangnya terkuras habis karena denda. Itu jika Marzuki Alie menang mempidanakan AHY dan gugatannya tidak hanya gugatan imateriil berupa permintaan maaf AHY dan SBY dan dikeluarkan mereka bersama para pengurus PD lainnya dari partai, namun juga denda ganti rugi materiil berupa uang trilyunan. Apalagi rahasia besar Partai Demokrat di bawah kepemimpinan AHY dan SBY telah terbongkar oleh para pengurusnya sendiri, semua calon Kepala Daerah yang diusung DPP Partai Demokrat harus setor sekian milyar ke DPP Partai Demokrat yang diketuai oleh AHY.
Pertanyaan berikutnya bisa juga kita ajukan, bagaimana jika nantinya bukan hanya Marzuki Alie yang melaporkan dan menggugat AHY atau SBY, melainkan juga Johny Allen dan kawan-kawannya yang difitnah dan dipecat dari Partai Demokrat, juga Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko figur politik yang sangat berpengaruh dan yang turut difitnah oleh AHY dan SBY mau mengkudeta AHY dan dikatakan secara terang oleh SBY, bahwa Moeldoko menurutnya telah memperburuk nama baik Presiden Jokowi? Berat...berat...berat...ini bukan lagi ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga, melainkan sudah jatuh tertimpa gunung, ambyar !...(SHE).
4 Maret 2021.
Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pemerhati Politik.