MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN | JAKARTA | Senin, (7/09-2020) - Profesi jurnalis adalah pekerjaan mulia, bahkan dianggap sebagai kekuatan moral yang mampu menggerakan kekuatan masyarakat. Tentu, fungsinya selain memberikan informasi kepada masyarakat atas sebuah peristiwa yang berlandaskan fakta dan data. Itu sebabnya jurnalis yang hebat mesti hormat pada fakta dan data. Bukan membuat berita atas opini atau imajinasi liar. Selain fungsinya mengedukasi, jurnalis juga mencari dan mengemukakan kebenaran (karya jurnalis tertua adalah menulis) menuliskan dalam bentuk berita yang kemudian disajikan untuk pembaca. Tentu, orang yang memilih hidup bekerja dengan panggilan jiwa di jurnalis memang tak muda. Perlu kesetian dan kegigihan untuk bisa bertahan di profesi ini. Semua diuji waktu. Salah satu orang yang teruji waktu, setia dengan profesinya adalah Jamida Pasaribu, 67 tahun.
Pria kelahiran Samosir, 5 Oktober 1952 mengawali karier jurnalis (wartawan) di harian umum Sinar Indonesia Baru (SIB) sejak 46 tahun. Suami dari Rohani boru Sitanggang, MPd (pensiunan dari guru, mantan guru kepala sekolah). Ayah dua anak, satu perempuan dan satu laki laki. Putrinya mengikuti jejak istrinya menjadi pedagog, seorang guru, walau awalnya mengambil bidang broadcast.
Jamida sendiri adalah anak pertama dari delapan bersaudara. Saat ini tinggal di Kota Depok, Jawa Barat. Selain menghidupi panggilan hidup, professi jurnalis dia juga menyempatkan diri berbagi waktu mengikuti adat budaya Batak. Tak heran dia dipercaya sebagai Ketua Umum Parsadaan Pasaribu Dohot Boruna (PPDB) Se-Jabodetabek periode 2018 sampai dengan sekarang.
Walau dulunya dia hanya mendaftar sebagai jurnalis lulus pendidikan terakhir SMA, namun penerimaannya jadi wartawan di Medan waktu itu diseleksi sangat ketat, bahkan mengikuti beberapa kali ujian, baru kemudian ditrima dan dilatih jadi calon wartawan madya. Dirinya pernah menjadi Kepala Perwakilan SIB di Jakarta tak membuatnya jumawa sebagai jurnalis yang telah senior. Dia terus bergelut dengan panggilan jiwanya sebagai jurnalis, walau sebenarnya usianya sudah tak muda lagi, mesti pensiun. Tetapi, dia tetap bahagia menjalankan profesinya. Sehari-hari dia tetap mangkal di DPR MPR RI, dan bergaul dengan para jurnalis muda-muda, kaum melenial. Sebelum berpos di kantor DPR MPR RI dia ditempatkan SIB ber-pos di Polda Metro Jaya, kementerian pekerjaan umum, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Olahraga.
Satu saat saya pernah bertanya mengapa tertarik jurnalis? Dia menceritakan awalnya dia hanya mencari kerja. Tetapi, setelah beberapa tahun bekerja, merasa semakin tertarik. Dia merasakan fungsinya sebagai jurnalis. “Disamping, bermanfaat bagi masyarakat luas, juga bisa bisa mengkritisi pemerintah, untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, banyak teman, mulai dari tingkat bawah masyarakat, dan pimpinan tinggi negara,” ujarnya. Bahwa pers, adalah pilar keempat dalam negara Demokrasi. Ketiga pilar lainnya, adalah Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif.
Tentu, sebagai jurnalis suka dan duka selalu saja mewarnai perjalanan profesinya. Ada pengalaman yang paling mengesankan dan yang sangat memilukan. “Paling mengesankan, mengunjungi banyak daerah, bahkan banyak negara di dunia difasilitasi orang lain. Paling memilukan, kalau nara sumber sudah janji ketemu, tetapi tiba-tiba dibatalkan, padahal sudah tunggu lama atau waktu janji sudah dekat,” ujar Ketua Umum Forum Jurnalis Batak (FORJUBA), ini. Awal bulan Juni 2020 lalu, menerima penghargaan dari Pimpinan SIB, atas pengabdian di SIB selama 46 tahun terus-menerus. Penghargaan, berupa PIN dan uang. Penghargaan itu diberikan terkait, HUT SIB ke 50 tahun.
Bahwa pers, adalah pilar keempat dalam negara Demokrasi. Ketiga pilar lainnya, adalah Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif.
Sebagai seorang jurnalis senior yang sudah mengecap asam garam dunia media, pesannya ke jurnalis muda. Pertama, rajin, tekun dan banyak membaca dan mendengar. Kedua, jangan mata duitan. Ketiga, tempatkan narasumber sebagai raja, siapapun dia dan apapun posisi dan jabatannya. Keempat, hargai profesi jurnalismu. Dan terakhir, jangan lupa, berdoa sesuai keyakinan masing masing, tambah anggota jemaat HKBP Depok ini.
Melihat reputasinya, Jamida adalah seorang sukses, setia atas panggilannya. Tentu, selama ini defenisi sukses yang kita tahu meraih hasil terbaik dalam karier dan hidup terutama materi. Tetapi menurut saya mesti diredefenisi ulang, bahwa sukses adalah respon terhadap panggilan Tuhan untuk memperbaharui sesuatu dengan cara mengajak, mempengaruhi dengan keberanian dan kesetiaan. Maka sukses sejati adalah kesetiaan melakukan panggilan dan talenta yang diberi Tuhan kepada masing-masing orang, dan itulah yang dilakukan Jamida Pasaribu, setia akan panggilan profesinya jadi jurnalis. (HM)
Editor : Redaktur
Penanggung Jawab Berita : Obor Panjaitan