Oleh: Ropikah Hasibuan
MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN | Jum'at (7/08-2020) - Lingkungan dan manusia, memiliki keterkaitan yang sangat erat, baik terhadap kelestariannya maupun kerusakan lingkungan itu sendiri. Seperti dalam kajian sosiologi lingkungan, yang merupakan sebuah cabang ilmu sosiologi yang mengkaji tentang hubungan antara manusia dengan lingkungan, dalam hal ini, manusia dan lingkungan, memiliki keterkaitan yang sangat erat. Manusia membutuhkan lingkungan, begitu juga lingkungan, membutuhkan manusia untuk merawat dan menjaganya.
Kerusakan lingkungan, seperti pencemaran sungai dan laut yang dikibatkan pembuangan limbah rumah tangga, limbah pabrik, dll secara sembarangan dan tidak pada tempatnya. Limbah-limbah yang dibuang merupakan limbah anorganik seprti sampah plastik, botol minuman, limbah deterjen, limbah industry yang mengandung bahan kimia berbahaya yang dapat merusak lingkungan, seperti ekosistem sungai dan laut.
Sampah anorganik, seperti plastik, botol minuman, dan lain-lain, bukan lagi masalah baru bagi lingkungan. Hal ini merupakan masalah yang sudah lama terjadi pada lingkungan kita. Beberapa solusi dari para ahli lingkungan hidup sudah diterapkan, seperti pengurangan pemakaian plastik, seperti membawa tas belanja sendiri ketika berbelanja agar tidak memakai kantong plastik, membawa botol minum, dan lain-lain, hal ini diakukan untuk meminimalisir tingginya penggunaan barang-barang plastik yang dapat mencemari dan merusak lingkungan.
Sampah plastik, dikutip dari Bobo.id, sampah plastik membutuhkan waktu lama untuk bisa terurai. Menurut NOAA, tas plastik akan terurai dalam waktu 10-20 tahun. Sementara botol plastic membutuhkan waktu 450 tahun untuk bisa terurai. Sebelum terurai, sampah tersebut akan mengambang di sungai dan dilautan, atau berada didasar tanah. Bahkan, hal terburuknya adalah menyebabkan makhluk hidup mati, dan menyebabkan kerusakan ekosistem baik di darat, maupun di laut.
Pada masa pandemi Corona, penggunaan masker, sarung tangan, handsanitizer, dan alat pelindung diri lainnya meningkat, sejak awal 2020. Wabah virus corona yang bermula di Kota Wuhan, Tiangkok, pada Desember 2019, yang saat ini, sudah melanda beberapa Negara-negara di dunia, termasuk Indonesia.
Penggunaan alat Pelindung diri seperti masker sekali pakai, sarung tangan lateks, handsanitizer dan lain-lain, yang meningkat, menyembabkan masalah baru bagi lingkungan. Limbah-limbah alat pelindung diri pada masa pandemi ini, menjadi ancaman baru bagi lingkungan. Setelah sebelumnya dihadapkan dengan sampah-sampah plastik, kini muncul limbah baru yang mencemari lingkungan dan mengancam kelangsungan ekosistem makhluk hidup disekitarnya.
Dikutip dari laman Kompas.com, Politisi Perancis mengatakan, masker sering mengandung plastik seperti polypropylene. Dengan masa hidup 450 tahun, masker ini adalah bom waktu ekologis karena konsekuensi lingkungannya yang abadi bagi planet kita," tulisnya dalam surat kepada Presiden Perancis Emmanuel Macron.
Dikutip dari laman Liputan6.com, sampah Apd menjadi ancaman baru bagi biota laut. Penyelam dari Organisasi Konservasi Laut yang berbasis di Washington, menemukan banyaknya sampah Apd terapung diperairan yang dapat menyebabkan masalah bagi makhluk hidup disekitarnya dan juga mengotori pantai.
Dari data yang dirilis oleh Organisasi Konservasi Laut, yang berbasis di Washington itu, terdapat 129 miliar masker dan 65 miliar sarung tangan plastik yang dibuat setiap bulannya. Limbah-limbah ini ditemukan dari berbagai negara seperti di perairan Hong Kong, Turki, Inggris, dan Prancis, sejak Februari 2020.
Masker dan sarung tangan sebanyak itu akan berakhir ditempat sampah, pun akan berakhir dilautan jika kita tidak membuangnya dengan benar dan mengurangi pemakaian benda-benda tersebut. Kita bisa membunuh makhluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan, dan mencemari lingkungan, jika kita tidak melakukan pembaruan, seperti tersbut diatas.
Untuk mengurangi limbah buangan pada masa pandemi sekarang ini, seperti masker sekali pakai dan sarung tangan lateks, beberapa Organisasi Lingkungan Hidup, menyarankan penggunaan masker kain yang bisa dicuci dan dipakai kembali. Dan untuk menguragi limbah sarung tangan lateks, masyarakat diharuskan untuk mencuci tangan sesering mungkin, agar idak lagi menggunakan sarung tangan lateks kecuali untuk hal-hal penting, seperti untuk para tenaga medis.
Masker kain yang baik digunakan pada masa pandemi seperti sekarang ini, seperti yang dikutip dari laman berita kompas.com, para peneliti dari Argonne National Laboratory dan University of Chicago di Amerika Serikat, kain-kain yang umum dipakai untuk masker kemudian diteliti oleh mereka. Mereka menguji kain-kain tersbut di laboratorium untuk mengetahui sifat filterasi mekanis dan elektrostatiknya.
Dalam hal ini, menemukan bahwa salah satu kain yang bagus untuk masker wajah adalah kain hibrida, seperti kombinasi kapas dengan sutra, kapas dengan sifon, atau kapas dengan flannel.
Perlu kita ketahui, bahwa ketika kita menggunakan masker kain, sebaiknya tidak digunakan lebih dari 4 jam, seperti yang disarankan oleh tenaga kesehatan.
Kemudian, kita harus mencuci masker yang telah kita gunakan dan menjemurnya diluar ruangan dan terkena cahaya matahari, dan bila memungkinkan, kita menyetrikanya.
IDENTITAS PENULIS
NAMA: ROPIKAH HASIBUAN
PRODI: SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS: ILMU SOSIAL
INSTANSI: UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN
KELOMPOK 83 KKN DR UINSU 2020