Penulis: Widodo Sudirja
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU)
MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN | Rabu, (5/8-2020) - Coronavirus Disease-2019 (COVID-19) telah merubah pola hidup masyarakat secara drastis khususnya di indonesia. Ditengah pandemi Corona, pemerintah menyarankan kepada masyarakat untuk di rumah saja dan tetap menjalankan aktivitas seperti biasanya ataupun lebih dikenal dengan Work From Home (WFH). Namun masyarakat juga perlu memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, transaksi online pun menjadi salah satu alternatif yang digunakan oleh masyarakat.
Pandemi Covid-19 mengakibatkan banyak kegiatan dilakukan secara daring. Hal ini menjadi mempengaruhi pola belanja dari masyarakat seperti yang pada awalnya belanja secara offline beralih menjadi online.
Arti dari Jual Beli Online adalah dimana penjual dan pembeli tidak harus bertemu untuk melakukan transaksi maupun negosiasi secara langsung atau tatap muka karena semua kegiatan dan transaksi penjual dan pembeli dilakukan secara daring seperti melalui chat, telepon,whatsapp, dan aplikasi komunikasi lainnya.
Manfaat yang ditawarkan dari belanja online ialah kecepatan dalam transaksi, serta lebih hemat waktu dan cenderung lebih murah atau lebih efisien.
Pandemi Covid-19 yang terdeteksi ada di Indonesia sejak awal Maret 2020 telah membatasi seluruh kegiatan masyarakat.
Sebelum adanya Covid-19, e-commerce hanyalah sebuah pilihan. Namun untuk keadaan seperti sekarang, penting sekali bagi toko retail dan produsen untuk menjual produk melalui platform e-commerce agar mampu mempertahankan bisnis mereka ditengah pandemi ini. Hal ini akan mengurangi resiko bagi para produsen ataupun memberikan dampak jangka panjang yang positif karena konsumen akan semakin terbiasa berbelanja secara online melalui market place yang tersedia.
Oleh sebab itu, perubahan yang terjadi pada tingkah laku konsumen dan dinamika pasar yang merupakan dampak oleh pandemi ini juga menciptakan peluang bagi layanan pengiriman makanan via online. Seperti Go-Food dan Grab-Food yang dapat diakses melalui aplikasi. Go-Jek dan Grab telah menerapkan mekanisme pengiriman makanan tanpa adanya kontak secara langsung dan prosedur kebersihan yang ketat untuk terus melayani konsumen dengan baik serta untuk mengurangi penularan terhadap virus corona.
Adapun keterangan dalam Hadits mengenai jual beli yang berbunyi:
حَدَثَنَا الْعَبَّاسُ اِبْنُ اْلوَلِيْدِ الْدَمَشْقِيُّ, حَدَثَنَا مَرْوَانَ اِبْنُ مُحَمَّدٍ. حَدَثَنَا عَبْدُ الْعَزِيْزِ اِبْنُ مُحَمَّدٍ, عَنْ دَاوُدَ اِبْنُ صَا لِحٍ الْمَدَنِيْ, عَنْ أَبِيْهِ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَاسَعِيْدٍ الْخُذْرِيَّ يَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ الله ص.م ((إِنَّمَاالبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ)) (رواه ابن ماجه)
Artinya :
“Menawarkan kepada kami al-‘Abas ibn al-Walid al-Dmasqiy; mewartakan kepada kami Marwân ibn Muhammad; mewartakan kepada kami ‘Abd al-Aziz dari ayahnya, dia berkata: Rasullah Saw bersabda: sesungguhnya jual beli itu atas dasar suka sama suka.” (HR. Ibn Mâjah)
Menurut pandangan islam kegiatan jual beli online merupakan bagian dari akad jual beli salam, karena bai’ as-salam mempunyai pengertian yang sederhana yaitu pembelian barang yang dilakukan lalu diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan dimuka atau di awal. Bai’ as-salam juga dapat disebut dengan akad pesanan. Oleh karena itu hukum dari bai’ as- salam diperbolehkan dalam islam.
Dewan Syariah Nasional akhirnya mengeluarkan fatwa tentang jual beli salam yang tercantum pada fatwa nomor: 05/DSN-MUI/IV/2000. Dengan memuat enam ketentuan peraturan seperti:
1. Ketentuan tentang pembayaran
2. Ketentuan tentang barang
3. Ketentuan tentang salam paralel.
4. Ketentuan penyerahan barang.
5. Pembatalan kontrak.
6. Perselisihan.
Begitulah Islam bertujuan
untuk dapat melindungi umat manusia sampai kapanpun, agar kegiatan jual beli yang dilakukan tetap sesuai dengan ketentuan syari’at supaya tidak
terjebak dengan keserakahan dan kezaliman yang semakin meraja lela. kegiatan transaksi bisnis via online jika dijalankan sesuai dengan aturan yang telah dijelaskan akan memberikan dampak postifi bagi kemajuan masyarakat dan negara. Sebagaima telah disebutkan bahwasanya hukum asal mu’amalah adalah al-ibaahah (boleh) selama tidak ada dalil yang melarangnya.
Menurut Para Ulama bahwa kegiatan transaksi yang disyaratkan dilakukan secara tunai serah terima barang dan uang, tidak dibenarkan secara syariat untuk dilakukan secara daring (online), seperti jual beli emas dan perak karena ini termasuk bagian dari riba nasi’ah.
sebagaimana firman Allah SWT:
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”(QS: al- Baqarah:275)
Pedoman jual-beli emas tersirat dalam sebuah hadits, dari Ubadah bin Shamit radhiallahu’anhu, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
الذَّهبُ بالذَّهبِ . والفضَّةُ بالفِضَّةِ . والبُرُّ بالبُرِّ . والشعِيرُ بالشعِيرِ . والتمْرُ بالتمْرِ . والمِلحُ بالمِلحِ . مِثْلًا بِمِثْلٍ . سوَاءً بِسَواءٍ . يدًا بِيَدٍ . فإذَا اخْتَلَفَت هذهِ الأصْنَافُ ، فبيعوا كيفَ شئْتُمْ ، إذَا كانَ يدًا بِيَدٍ
“emas dengan emas, perak dengan perak, burr dengan burr, sya’ir dengan sya’ir, tamr dengan tamr, garam dengan garam, kadarnya harus semisal dan sama, harus dari tangan ke tangan (kontan). Jika jenisnya berbeda, maka juallah sesuka kalian, selama dilakukan dari tangan ke tangan (kontan)” (HR. Al Bukhari, Muslim no. 1587, dan ini adalah lafadz Muslim).
Kecuali dalam hal objek yang diperjual belikan dapat diserah terimakan pada saat itu juga, seperti saat melakukan penukaran uang asing yang dilakukan melalui ATM maka kegiatan tersebut hukumnya diperbolehkan karena penukaran uang yang dilakukan seperti antara rupiah dengan Dollar harganya sesuai dengan kurs mata uang pada saat itu.
Barang yang tidak disyaratkan untuk serah terima secara tunai dalam kegiatan jual beli, yaitu semua jenis barang, kecuali emas dan perak dan juga mata uang, maka kegiatan jual beli secara online dapat ditakhrij dengan kegiatan jual beli melalui surat menyurat.
Sebagaimana yang diputuskan oleh Majma’ Al Fiqh Al Islami (Divisi Fiqih OKI)
keputusan no. 52 (3/6) tahun 1990, berbunyi “Apabila akad terjadi antara dua orang yang berjauhan tidak berada dalam satu majlis antara pelaku transaksi, satu dengan lainnya tidak saling melihat, tidak saling mendengar rekan transaksinya, dan media antara mereka adalah tulisan atau surat ataupun orang suruhan, hal ini dapat diterapkan secara online. Maka akad telah berlangsung dengan sampainya ijab dan
qabul kepada masing-masing pihak yang melakukan kegiatan transaksi tersebut.
Bila transaksi berlangsung dalam satu
waktu dimana kedua belah pihak sedang berada di tempat yang berjauhan, kegiatan ini dapat diterapkan pada transaksi melalui telepon ataupun chat, maka ijab dan qabul yang terjadi adalah langsung seakan-akan keduanya berada dalam satu tempat (majlis).
Dalam transaksi secara online, penyediaan aplikasi permohonan
barang yang di sediakan oleh pihak penjual di website merupakan sebuah ijab dan pengisian serta pengiriman aplikasi kepada pihak penjual yang telah diisi oleh pembeli merupakan qabul. Walaupun barang yang akan dibeli hanya dapat dilihat gambarnya serta dijelaskan spesifikasinya dengan lengkap oleh penjual.
Setelah ijab qabul tersebut, pihak penjual meminta pembeli melakukan tranfer uang ke rekening bank milik penjual. Setelah uang diterima oleh penjual, maka penjual langsung mengirim barangnya melalui kurir atau jasa pengiriman barang yang sudah dipercaya.
Jadi, kegiatan transaksi jual beli yg dilakukan secara online oleh mayoritas para Ulama menghalalkannya selama didalam kegiatan transaksi tersebut tidak ada terjadi unsur gharar atau ketidakjelasan yang merugikan salah satu pihak, dengan cara memberikan penjelasan kepada konsumen seperti spesifikasi berupa gambar, jenis, warna, bentuk, model dan sebagainya yang dapat mempengaruhi harga barang.
IDENTITAS PENULIS
Penulis: Widodo Sudirja
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU)