Gambar Ilustrasi
Oborkeadilan.com | Jakarta | Kamis (02 Mei 2019) Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) adalah hari besar tanpa tanggal merah Hari yang juga memperingati kelahiran Ki Hajar Dewantara yang merupakan seorang tokoh pelopor pendidikan di Indonesia ini diperingati setiap tahun. Hari Nasional ini mulai diperingati sejak dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 305 tahun 1959, untuk mengenang jasa-jasa Ki Hajar Dewantara dalam memperjuangkan hak-hak pendidikan masyarakat Indonesia pada masa kolonial Belanda.
Di era modern ini berbagai cara yang dilakukan oleh masyarakat khususnya pelajar dalam merayakan Hardiknas ini. di antaranya: mengadakan upacara, perlombaan, menonton film pendidikan, pemeran pendidikan bahkan baxar kuliner. Tapi sebenarnya apakah hakikat dari Hardiknas itu? apakah hanya sekedar perayaan tahunan saja?.
Pendidikan adalah salah satu hal yang sangat penting sebagai fundamen bagi kemajuan sebuah bangsa. Sebuah bangsa yang maju pasti didukung oleh pendidikan yang maju pulak. Jika suatu negara jika ingin kuat dan disegani dunia harus menjadikan pendidikan sebagai suatu keunggulan. Namun kenyataannya pada peringatan Hardiknas ke 60 tahun ini, masih banyak kesenjangan pendidikan yang terjadi. Masih banyak anak-anak di Negeri ini yang putu sekolah atau bahkan tidak dapat bersekolah.
Memang, sekolah bukanlah satu-satunya cara agar kita bisa mendapatkan pendidikan, namun di era modern saat ini sekolah sangat dibutuhkan untuk memajukan pendidikan anak bangsa. Banyak permasalahan-permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan diantaranya : anak-anak miskin tak dapat bersekolah karena biaya yang mahal, bantuan operasional sekolah yang tidak tepat sasaran, sampai adanya perlakukan deskriminasi yang di lakukan salah satu sekolah yang tidak menerima pendaftaran murid yang mengalami difabel (Cacat Fisik).
Sehingga ini menjadi masalah yang harus segera mendapatkan penyelesaian. Padahal Undang-Undang 1945 (Pasal 31) negara telah menjamin setiap warga negaranya berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Pada UU No. 20 Tahun 2003 juga menjelaskan bahwa para difabel (penyandang cacat) juga berhak mendapatkan pendidikan yang layak seperti orang normal lainnya.
Walaupun sudah di jamin oleh Undang-Undang, namun tetap saja kesnjangan ini masih terjadi dan bukan kali ini saja, namun sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya. Miris memang, Disaat melihat anak-anak lain dapat mengenyam pendidikan layak, masih ada pula yang tak dapat mengenyam pendidikan hanya karena tidak punya uang untuk bersekolah. Katanya negeri ini sangat kaya, mengapa masalah ini saja sampai berlarut bertahun-tahun? Apakah pendidikan itu hanya untuk yang mampu saja? Apakah pendidikan itu hanya untuk seseorang yang normal saja?, lantas siapa kah yang salah dalam hal ini?. Yang pasti aku selalu berharap ada solusi atas semua masalah ini. Dan aku yakin kedepan pendidikan di negri ini kan semakin maju.
Penulis : Fratama Susanura adalah mahasiswa UINSU semester 8
Editor :Redaktur
Penanggung Jawab Berita :Obor Panjaitan