Foto : Natalius Pigai.
Media Nasional Obor Keadilan | Jakarta | Pigai menerangkan, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam empat tahun kepemimpinan Jokowi, angka kemiskinan di Indonesia mencapai 9,82 % . Hanya turun sangat sedikit dari sepeninggalan Presiden Susilo Bambang Yudhyono (SBY), di mana pada 2014 diakhir masa jabatannya angka kemiskiman 10,96 % .
Hanya turun 1 % kemiskinan selama 4 tahun, pundi pundi orang kaya bertambah 10 % / tahun, pengusahan hanya tumbuh 0,3 % . Pada hal sejak Jokowi berkuasa menghabiskan APBN 7000 Trilyun.
Ironi di negeri kaya raya. Kemiskinan tetap tinggi, pengangguran dimana mana , angkatan kerja menumpuk, mereka lalu lalang sambil tenteng tas menyebrangi jembatan tanpa sungi di kota kota metropolitan. mereka lalu lalang dari kantor ke kantor mencari sesuap nasi untuk kehidupan. Sementara pemerintah menutup pintu dan peluang kerja konon katanya “Moratorium” penerimaan CPNS sejak 2014, disisi lain pemerintah tidak mampu mendorong penciptaan lapangan kerja di sektor swasta. Kampung saya di Paniai, pedalaman Papua saja sudah mencapai 6000 jiwa penganggur dari jumlah penduduk hanya 100.000 jiwa . Belum lagi di tempat lain seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang mencapai jutaan penganggur.
"Bukan revolusi mental, tapi revolusi nguntal. Dia (rakyat) cari makan sendiri, makan sendiri, ditelan tanpa ngunyah itu nguntal namanya. Hasilnya dari rilis BPS, Jokowi meninggalkan kemiskinan 9,82 hanya turun satu digit selama 4 tahun," jelas Pigai.
Tingginya angka kemiskinan di Indonesia, lanjut Pigai, dikarenakan penyebaran anggaran yang tidak merata. Sebab anggaran negara lebih diperuntukkan untuk pembangunan infrastruktur yang dianggap tidak bisa menyerap tenaga kerja.
Editor : Yuni
Penanggung Jawab Berita : Obor Panjaitan