Kamis, 27 Maret 2025 | 05:26:22

SEDIKITNYA 400 ETNIS ROHINGYA TEWAS PASCA KONFLIK BERSENJATA, DIREKTUR AMNESTI INTERNASIONAL INDONESIA ANGKAT BICARA

Ket Gambar : saat AMNESTY INTERNASIONAL INDONESIA Gelar Diskusi dan Pernyataan sikap terhadap krisis kemanusiaan di Rohingya"
Bertempat di Gedung HDI lt 3 Menteng Jl. Probolinggo No 18 Jakarta Pusat telah berlangsung Kegiatan Diskusi dan Pernyataan sikap terhadap krisis kemanusiaan di Rohingya


JAKARTA | MEDIA NASIONAL OBOR KEADILAN, MINGGU 03 September 2017 " AMNESTY INTERNASIONAL INDONESIA Gelar Diskusi dan Pernyataan sikap terhadap krisis kemanusiaan di Rohingya"
Bertempat di Gedung HDI lt 3 Menteng Jl. Probolinggo No 18 Jakarta Pusat telah berlangsung Kegiatan Diskusi dan Pernyataan sikap terhadap krisis kemanusiaan di Rohingya, Myanmar.  yang diselenggarakan oleh Amnesty Internasional Indonesia, Pimpinan Usman Hamid (Direktur Amnesty International Indonesia)
Dalam diskusi ini berbagai narasumber di hadirkan oleh Amnesty Internasional Indonesia antara lain:
1. Usman Hamid (Direktur Amnesty International Indonesia
2. Marzuki Darusman (Ketua Tim Pencari Fakta Dewan HAM PBB)
3. Magdalena Sitorus (KomnasPerempuan)
4. Puri Kencana Putri (KontraS)
5. Romo Benny Susetyo (SETARA) 

Usman Hamid (Direktur Amnesty International Indonesia) mengatakan "
Sedikitnya 400 warga sipil tewas pasca konflik bersenjata tentara Myanmar dan kelompok besenjata etnis Rohingya. Puluhan ribu mengungsi. Pemerintah Indonesia segera ambil upaya diplomasi. Pemerintah mendesak Myanmar tuk izinkan TPF yang dibentuk Dewan HAM PBB ungkap kebenaran"

Marzuki Darusman (Ketua Tim Pencari Fakta Dewan HAM PBB) mengatakan
"TPF bukan komisi penyelidik tapi Diberi mandat memastikan sifat kejadian di lapangan, bagaimana skala kasus HAM. Fakta termasuk yang berkaitan kebijakan pemerintah Myanmar. TPF Baru bekerja mulai minggu lalu, pembentukan tim cukup panjang terkait mandat. Masalah kami lihat secara keseluruhan, tidak hanya di Rakhine. 5 tahun ke belakang fakta per kejadian dan pola kami sampaikan ke Dewan HAM PBB. Jangkauan wilayah menyeluruh, tak hanya Rakhine. Jangkauan temporal - mulai 2010-2011, agar bisa memberikan gambaran yang tepat.
Myanmar sempat meminta KofiAnnan untuk memberikan penilaian kondisi setempat. TPF akan mulai merujuk pada laporannya, terbit Agustus. TPF akan meminta informasi dari lembaga PBB disana di bawah naungan UNDP. Beberapa lembaga setempat juga. TPF, hari ini, tidak akan mengeluarkan pernyataan politik sebelum laporan lisan 18 September 2017 ke Dewan HAM PBB. Hanya pokok masalah. Telah terjadi eskalasi yang sangat cepat, 2 minggu ini peneliti akan dikirim. Pemerintah Myanmar diseru untuk bekerja sama dengan TPF.
Laporan KofiAnnan menyebutkan, Myanmar tengah alami: krisis pembangunan, HAM, dan keamanan. Krisis terkait situasi Rakhine Myanmar , Perkembangan terkini: Pemerintah Myanmar dan militernya menarik lagi tuntutan kriminal pada 8 wartawan. Ini langkah positif dan signifikan. Sudah 20 tahun berselang masalah ini jadi perhatian PBB UN. Perlu pemahaman bersama, dan ruang penyelesaian dari Pemerintah Myanmar.

 Philip Vermonte, Direktur Center for Strategic and International Studies (CSIS) menyampaikan :
Pemerintah Indonesia pertama harus bantu hentikan 'circle of violence'. Menlu cukup aktif membantu Myanmar. Myanmar ini situasinya rumit. Ada struggle of power, ada banyak faksi -- militer, kelompok masyarakat. Paling tidak, akses kepercayaan Myanmar terhadap dunia luar, terutama Indonesia, harus dijaga terbuka untuk bantu selesaikan konflik. ASEAN, seperti kasus Timor Timur, cenderung tak berdaya. Indonesia bisa dorong ASEAN untuk lebih proaktif ini persoalan kawasan. Konflik bisa menyebar bukan cuma soal menampung pengungsi. Myanmar punya trust tinggi pada Indonesia, ASEAN -- ini kesempatan.
Indonesia mungkin negara yang tepat tuk bantu, karena persoalan keduanya mirip. Rekomendasi laporan Kofi Annan: memasukkan HAM ke militer. Indonesia pernah lakukan ini tahun 1998-2000. Banyak masyarakat Indonesia juga ingin bantu, kita bisa jadi 'hub' banyak negara juga. Apa yang terjadi di Rakhine, bisa terjadi di manapun: ketika mayoritas tidak menghormati minoritas. Tiap negara punya Rohingya sendiri.
Kekerasan berawal dari ujaran kebencian. Ini jadi refleksi kita, lihat Rohingya di kita. Kelompok terpinggirkan ada banyak di Indonesia. Saya setuju dengan Marzuki Darusman Kita harus hati-hati, jangan mudah untuk terbawa emosi. Yang terpenting akses Myanmar masih terbuka untuk bantu.

 Magdalena Sitorus (KomnasPerempuan) menyampaikan : Penyelesaian harus holistik. Perempuan dan anak rentan diskriminasi dalam konflik. 2015, KomnasPerempuan lakukan pemantauan pada pengungsi #Rohingya di Aceh. Bantuan banyak, namun persoalan trauma lebih mendesak. Kebanyakan stateless dampaknya pada pemenuhan hak dasar. Banyak buta huruf, kelaparan, banyak juga yang mati di perjalanan.vPerempuan-perempuan ini terpisah dari keluarganya sulit berkomunikasi pula sekalipun ada penerjemah. Penanganan pengungsi harus sadar HAM. Memahami isu Rohingya harus secara utuh: ekonomi, politik, juga politisasi agama yang berujung pada ethnic cleansing. Tercatat banyak kekerasan seksual terjadi juga, indikasi trafficking. Indonesia banyak mendampingi Myanmar dalam kerjasama south-to-south.

Puri Kencana Putri (KontraS) mengatakan"
Penting bagi KontraS untuk memberikan framing pada transisi politik. Kami dengar Myanmar bicara pada jurnalisbuntuk gunakan kata 'ekstremis'. Hingga kini, Indonesia saja yang diterima Myanmar untuk upaya dialog. Menlu sempat berdiskusi aktif. Kita harus bangun mutual trust. Indonesia harus bantu hadirkan pertanggungjawaban kawasan, perlindungannya.
Kita terjebak pada semangat kedaulatan komunal - untuk tidak intervensi. Asia Tenggara akrab dengan pemajuan, tapi tidak dengan perlindunganvYang dilakukan TPF PBB Bapak Marzuki Darusman dibuka dunia global. Bagaimana dengan kawasan ASEAN? Komisi HAM Antar pemerintahnya? Kita tidak cuma punya #Rohingya. Ada problem di Mindanao, Marawi, Papua -- peristiwa ini banyak terjadi juga di masing negara. Mengerdilkan masalah pada frasa 'ekstremis, teroris Bengali' hanya menutup pemahaman pada masalah besarnya. Pelanggaran HAM serius terjadi.

 Maria Sumarsih (Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan/JSKK) mengatakan
"Di Indonesia juga alami hal yang sama. Kita sempat alami krisis sejenis. '98-'99 ada 15 mahasiswa yang meninggal.
Belum mereka yang dibakar di pusat perbelanjaan, belum mereka yang diperkosa. Aung San Suu Kyi dapat nobel perdamaian dimana ada damai? Sebagai keluarga korban serupa, kami harap kelompok bersenjata menahan diri. Kekerasan tidak selesaikan masalah. Kepada mereka yang jadi korban, saya sampaikan duka sedalamnya. Seharusnya penguasa junjung tinggi nilai kemanusiaan. Ketika Indonesia diharapkan turun tangan di Myanmar, kami juga berharap pemerintah juga selesaikan pelanggaran HAM di dalam negeri.
Semoga Myanmar dan negara-negara di tengah pertikaian bisa selesaikan masalah dengan damai.

Romo Benny Susetyo (SETARA) mengatakan
"Kasus kemanusiaan harus diselesaikan dengan cara damai. Perlindungan korban harus diutamakan. Rohingya, isu seperti ini, kita harus lebih dewasa meresponnya"

*PERNYATAAN SIKAP*
Amnesty International Indonesia menyerukan Pemerintah Indonesia untuk aktif ikut ambil bagian dalam menyelesaikan krisis kemanusiaan di Myanmar. Situasi di negara bagian Rakhine makin memprihatinkan pada akhir Agustus 2017 setelah terjadi eskalasi konflik antara tentara Myanmar dengan kelompok bersenjata etnis Rohingnya. Puluhan ribu penduduk yang mayoritas adalah komunitas Rohingnya, mengungsi ke perbatasan Banglades setelah konflik bersenjata menewaskan sedikitnya 400 warga sipil. Pemerintah Indonesia sepatutnya mendorong pemerintah Myanmar untuk segera menghentikan segala bentuk serangan bersenjata kepada penduduk sipil di negara bagian Rakhine.

Pelanggaran serius Hak Asasi Manusia (HAM) telah dialami oleh penduduk di negara bagian Rakhine, terutama komunitas Rohingnya selama puluhan tahun karena tindakan sewenang-wenang pemerintah Myanmar. Amnesty International melaporkan pada 2016 bahwa aparat bersenjata Myanmar telah dengan sengaja melakukan pembunuhan kepada warga sipil, menembak secara serampangan di desa-desa, menangkap pemuda Rohingnya tanpa alasan jelas, memperkosa perempuan Rohingnya, dan merusak tempat tinggal serta harta benda mereka. (Lihat laporan Amnesty International “Myanmar: ‘We are at breaking point – Rohingya; persecuted in Myanmar, neglected in Bangladesh”, tersedia dihttps://www.amnesty.org/en/documents/asa16/5362/2016/en/)

Pemerintah Myanmar memandang komunitas Rohingnya dan milisi bersenjata di Rakhine sebagai ancaman atas kedaulatan mereka. Serangan milisi bersenjata Rohingnya yang mengakibatkan paling sedikit 32 orang meninggal, 11 diantaranya adalah aparat keamanan Myanmar pada 25 Agustus 2017, dianggap pemerintah sebagai potensi bahaya hilangnya kekuasaan Myanmar di Rakhine. Karena itu “serangan balas dendam” dilakukan untuk menghabisi para milisi yang berimbas pada komunitas Rohingnya secara keseluruhan. Namun “serangan balas dendam” ini bukan yang pertama kalinya dijadikan dalih pelanggaran HAM oleh militer Myanmar. Serangan pada pos polisi di utara Rakhine oleh milisi Rohingnya pada Oktober 2016 lalu juga berujung pada operasi militer yang berujung pada berbagai pelanggaran serius HAM kepada komunitas Rohingnya yang bisa merupakan suatu kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity).

Situasi ini diperparah dengan rangkaian penangkapan dan pembunuhan yang menimpa para pembela HAM di Myanmar dalam melakukan kerja mereka melaporkan pelanggaran HAM. Berbagai tindakan persekusi ini telah menimpa para aktivis HAM, pastor, jurnalis, pengacara, dan siapapun yang dianggap kritis akan pelanggaran HAM yang dilakukan militer Myanmar. Situasi ini memperparah kengerian di kalangan warga sipil terutama bagi mereka yang ingin memperjuangkan HAM di Myanmar.

Melihat gentingnya situasi kemanusiaan di Rakhine, pemerintah Indonesia selayaknya melakukan upaya diplomasi kepada pemerintah Myanmar untuk segera menghentikan kejahatan HAM yang diarahkan kepada komunitas Rohingnya. Selain itu, pemerintah Indonesia seharusnya mendesak pemerintah Myanmar untuk mengizinkan Tim Pencari Fakta yang dibentuk Dewan HAM PBB pada Maret 2017 untuk mengungkap kebenaran, menuntut tanggungjawab para pelaku kejahatan HAM dan menjamin keadilan bagi para korban. Tanpa upaya serius dalam penyelesaian kejahatan kemanusiaan ini hanya akan memperpanjang penderitaan yang dialami oleh para korban.

Pada gelombang serangan tahun 2017 ini, pelanggaran HAM di Rakhine bahkan memaksa penduduk untuk meninggalkan tempat tinggal karena ancaman serius terhadap nyawa mereka serta melarikan diri ke arah Bangladesh sebagai negara tetangga. Sudah selayaknya pemerintah Bangladesh membuka pintunya bagi mereka yang mencari perlindungan dan menjamin kelangsungan penghidupan mereka selama di dalam pengungsian. Amnesty International juga menyerukan pemerintah Indonesia serta negara ASEAN lainnya agar mau menerima para pengungsi komunitas Rohingnya dan menyediakan perlindungan serta tempat tinggal yang layak untuk mereka.( David S )

Editor / Penanggung jawab:
Obor Panjaitan


Berita Terkait

Komentar