Selasa, 1 April 2025 | 08:49:38

Tak Malu Apa Punya Ketua DPR Tersangka Korupsi? Marlin Dinamikanto


Gambar : Marlina dinamikanto, Penyair Fesbuker yang bekerja sebagai jurnalis dan tinggal di Jakarta


JAKARTA | Media Nasional Obor Keadilan  – Tak satu pun diantara 10 Fraksi di DPR bersikap kritis terkait penetapan Ketua DPR-RI Setyo Novanto sebagai tersangka korupsi. Bahkan, tak satu pun anggota DPR yang melakukan interupsi saat Setyo Novanto duduk di kursi pimpinan, menjelaskan perkara yang membelitnya pada Selasa (18/7) kemarin. Ada apa?

Lagu Gombloh era 1980-an “Kugadaikan Cintaku” sudah semestinya berganti judul “Kugadaikan Negeriku”. Bagaimana tidak? Setelah “tetapi apa aku mimpi semalam” melhat para Koruptor duduk bermesraan dengan anggota DPR yang bergabung dalam Pansus Hak Angket KPK, kini para anggota DPR juga sepertinya merasa aman dan nyaman dipimpin oleh tersangka korupsi.

Padahal, Setyo Novanto menjadi Ketua DPR-RI adalah produk akal-akalan partai-partai politik yang sudah tahu hasilnya kalah dalam Pemilu Legislatif 2014. Sehingga mereka mengubah Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD-3) yang semula secara otomatis memilih Ketua DPR dari partai pemenang pemilu.

Tapi anehnya, Fraksi PDI Perjuangan sendiri yang merasa dirugikan, bahkan sempat mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi dan kalah dengan dissenting opinion, tampaknya juga anteng-anteng saja dalam menyikapi ditetapkannya Setyo Novanto sebagai tersangka korupsi oleh KPK.

Perjalanan Setyo Novanto saat menjabat Ketua DPR sebenarnya tidak begitu mulus. Setelah digoyang rekaman pembicaraan “Papa minta Saham” yang membuatnya terjungkal dan posisinya sebagai Ketua DPR diambil-alih oleh koleganya di Fraksi Partai Golkar Ade Komarudin (Akom), namun tidak membuat karir politiknya mati.

Bahkan Setnov, begitu dia biasa dipanggil, justru bangkit dengan kekuatan yang lebih besar lagi setelah terpilih menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar. Kursi Ketua DPR pun kembali diambil alihnya, karena memang dia yang berjuang keras untuk itu. Sejak proses revisi UU MD3.

Sudah pasti ada kekuatan besar yang membuatnya bangkit dari keterpurukan politik. Di samping juga pendekatan personal Setyo Novanto yang memang dikenal jago dan teruji dalam persoalan lobi-lobi.

Pertama, sikap politiknya yang menginginkan Partai Golkar berada di dalam koalisi pemerintahan membuatnya lebih berhasil meyakinkan Ketua-Ketua DPD tingkat I maupun tingkat II untuk memilihnya menjadi Ketua Umum.

Dan kedua, perlu diakui, pendekatan politik Setnov yang luwes dan pragmatis ke DPD-DPD lebih disukai ketimbang pesaing utamanya, Akom yang kaku dan sulit ditebak.

Siapa kekuatan besar itu? Konsultan Politik Lingkar Survei Indonesia (LSI) Denny JA lewat akun WhatsApp miliknya menyebut ada lima kekuatan di tubuh Partai Golkar itu sendiri. Pertama kekuatan Setnov sendiri yang memiliki orang-orang berkepentingan mempertahankan posisi Setnov, baik sebagai Ketua Umum Partai Golkar maupun sebagai Ketua DPR. Kedua, Aburizal Bakrie yang pernah menjabat Ketua Umum Partai Golkar pada periode sebelumnya.

Selanjutnya ketiga, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang dalam pemilihan ketua umum Partai Golkar sebenarnya lebih cenderung memilih Akom. Keempat, Luhut Binsar Panjaitan yang meskipun tidak masuk dalam rombongan Pembina dalam struktur DPP Partai Golkar namun memiliki kedekatan yang khusus dengan Presiden Joko Widodo, dan terakhir Akbar Tanjung, satu-satunya mantan Ketua Umum yang rekam jejak politiknya mampu memenangkan Partai Golkar dalam Pemilu Legislatif era reformasi.

Diantara lima kekuatan besar di tubuh Partai Golkar itu tampaknya masih gamang dalam mengambil sikap, terutama dalam kerangka penyelamatan Partai Golkar yang sebentar lagi disibukkan oleh hajatan politik Pikada Serentak 2018 dan Persiapan dalam menghadapi Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden yang dilaksanakan serentak pada 2019. Sikap kritis yang muncul justru dari sekelompok anak muda yang belum masuk dalam arus utama Partai Golkar.

Wakil Presiden Jusuf Kalla sendiri yang pernah memimpin Partai Golar periode 2005-2010 enggan berkomentar saat dimintai tanggapan atas penetapan tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “"Itu urusan Golkar-lah," ujarnya saat ditemui wartawan di wilayah Bogor, Selasa (18/7) kemarin.

Fungsionaris DPP Partai Golkar Nusron Wahid yang juga menjabat Kepala Badan Nasional Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) tidak menampik anggapan, penetapan tersangka terhadap Setya Novanto akan berdampak pada soliditas internal partainya. Maka penting bagi Partai Golkar menggelar rapat pleno untuk mencari solusi terbaik atas permasalahan yang menimpa Ketua Umum DPP Partai Golkar Setyo Novanto.

Sedangkan Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono menegaskan, status Setyo Novanto yang sudah tersangka kasus dugaan korupsi e-KTP masih Ketua Umum Partai Golkar. Penetapan tersangka itu, tandas Agung, tidak boleh dijadikan celah merebut posisinya sebagai Ketua Umum melalui cara-cara yang tidak sah.

"Jangan sampai ada yang mencoba-coba merebut kekuasaan dengan tidak sah, dengan cara-cara tidak benar. Semua ada aturannya," ancamnya.

Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar sendiri, mengutip keterangan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Golkar Idrus Marham di Jakarta, Selasa (18/7) kemarin, menegaskan tidak ada pergantian Ketua Umum paska ditetapkannya Setyo Novanto sebagai tersangka. Bahkan Idrus juga menegaskan, tidak ada Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) hingga masa kepengurusan DPP artai Golkar berakhir.

“Karena yang dihadapkan kita ini terbentang berbagai momentum politik ada Pilkada tahun 2018, Pileg. Pilpres 2019,” kilahnya.

Kunci kemenangan untuk pertarungan politik yang sudah di depan mata, jelas Idrus, adalah solid dan terkonsolidasi. Jika digelar Munaslub, lanjutnya, berpotensi memicu perpecahan di tubuh partai.

“Nah kalau sudah muncul perpecahan konsolidasinya perlu waktu,” ucapnya, sekaligus menegaskan Setyo Novanto masih menjalankan tugas sebagai Ketua DPR.

Di tubuh Fraksi Partai Golkar sendiri tidak ada gejolak yang berarti. Meskipun sudah muncul wacana secara diam-diam di tubuh Partai Golkar untuk menyiapkan Azis Syamsuddin sebagai Ketua DPR dan Idrus Marham sebagai Plt Ketua Umum yang didampingi Yahya Zaini sebagai calon Sekjen. Bagaimana sikap Fraksi di luar Partai Golkar?

Tampaknya mereka juga anteng-anteng saja. Bahkan ketika menggelar Jumpa Pers dengan Setyo Novanto. Selasa (18/7) kemarin, Wakil Ketua DPR Fadli Zon menjelaskan pimpinan DPR sudah menggelar rapat paska ditetapkannya Setyo Novanto sebagai tersangka.

Fadli juga menerangkan, setelah membaca aturan yang mengatur anggota DPR maupun pimpinan DPR, yaitu Undang-Undang No.17 Tahun 2014 tentang MD3 tidak akan ada pergantian Ketua DPR,

“Telah kita simpulkan, sesuai UU MD3, adalah hak setiap anggota DPR yang ada di dalam proses hukum untuk tetap menjadi anggota DPR sampai proses hukum itu mengalami keputusan akhir,” beber Fadli.

Artinya, kedudukan Setyo Novanto baik sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar maupun sebagai Ketua DPR belum mengalami penentangan berarti, baik dari dalam tubuh partainya sendiri maupun fraksi-fraksi di luar partainya. Presiden Joko Widodo tampaknya juga belum berkomentar apapun terkait ditetapkannya Setnov selaku pimpinan lembaga tinggi negara sebagai tersangka.

Apalagi, Fadli Zon yang sebelumnya memang dikenal dekat dengan Setnov bahkan keduanya sempat berfoto bareng dengan Capres Amerika Donald Trump saat berkunjung ke Amerika Serikat, menegaskan selama tidak ada keputusan dari Fraksi Golkar terkait jabatan Ketua D{R, maka Novanto tetap memimpin DPR.

Artinya, baik pimpinan DPR, fraksi-fraksi di DPR, pemerintah dan lembaga resmi lainnya merasa terganggu dengan ditetapkannya Ketua DPR sebagai tersangka korupsi, bahkan tidak ada yang bersikap kritis terhadap posisinya yang tetap Ketua DPR. Dan itu sangat menyedihkan !!!

Sebab persoalan Setnov bukan semata persoalan politik, bukan semata persoalan menjaga hubungan pertemanan, atau persoalan Golkar adalah bagian dari koalisi pemerintah, melainkan persoalan harga diri sebuah bangsa.
[ Editor : obor Panjaitan ]

Berita Terkait

Komentar